Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SIMPANG TIGA REDELONG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Str Ahmadi S.E 1.Azwir Sama, S Pi
2.Agus Siswoyo SP
3.Achmad Fauzi SH
4.Haluanto Ginting S Hut MH
5.Subhan S Hut M Si
6.Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 13 Jun. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Str
Tanggal Surat Senin, 13 Jun. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Ahmadi S.E
Termohon
NoNama
1Azwir Sama, S Pi
2Agus Siswoyo SP
3Achmad Fauzi SH
4Haluanto Ginting S Hut MH
5Subhan S Hut M Si
6Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Kepada Yth,

Ketua Pengadilan Negeri  Simpang Tiga Redelong

Di-

Redelong

 

PERMOHONAN PRAPERADILAN

  ATAS NAMA PEMOHON :

Nama                         : Ahmadi S.E

Tempat/Tgl/Lahir      : Samar kilang 07 Maret 1981

Jenis Kelamin          : laki Laki

Pekerjaan                  : Wiras Swasta

Kewarganegaraan   : Indonesia

Agama                       : Islam

Alamat                        : Desa simpang Utama kecamatan Banda Kabupaten Bener Meriah

NIK                             : 1117060703810002

Selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Dengan Hormat,  pemohon Melaui Kuasanya

Hj. HAMIDAH, SH, MH
NOURMAN HIDAYAT, S.H
ERHA ARI IRWANDA S.H
IRFAN FERNANDO S.H
ALBAR S.H 

            Advocate & Senior assosiaces pada kantor hukum Nourman & Rekan Beralamat dijalan Prof Ali Hasimi No.9A Lamteh Kec. Ulee Kareng Kota Banda Aceh Provinsi Aceh Email. Nourmanlawoffice@gmail.com

            Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 02  Juni 2022, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama  Pemberi Kuasa / Pemohon.

            Mengajukan Praperadilan atas  Penetapan Pemohon  sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana dibidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem sebagaimana dimaksudkan pada pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf d Undang undang RI No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem Jo peraturan pemerintah RI  No 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa Jo peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan Nomorp.106/MENLHK/SETJENT/KUM.1/12/2018  tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi Jo pasal 55 ayat (1) Kesatu KUHP 

MELAWAN

Nama                                     : Azwir Sama, S.Pi

Pangkat                     : Penata Tingkat 1 / Gol.III/d

NIP                             : 19721003199903 1 006 menunjuk alamat: Jln. STM Suka Eka

   No. 9 Lingkungan 12 Kel. Suka Maju Kec. Medan Johor -

   Medan, Kode Pos: 20147

   Email: bpphlhksumatera.gakkum@meihk.go.id

Sebagai penyidik PNS, selanjutnya Disebut sebagai Termohon I

Nama                         : Agus Siswoyo, SP

Pangkat                     : Penata Tingkat 1

NIP                             :19730417 199903 1 004menunjuk alamat: Jln. STM Suka Eka

   No. 9 Lingkungan 12 Kel. Suka Maju Kec. Medan Johor -

   Medan, Kode Pos: 20147

   Email: bpphlhksumatera.gakkum@meihk.go.id

Sebagai penyidk PNS, Selanjutnya Disebut Sebagai Termohon II

Nama                         : Achmad Fauzi S.H

Pangkat                     : Penata

NIP                             : 19701124 1998 03 1 002 menunjuk alamat: Jln. STM Suka

   Eka No. 9 Lingkungan 12 Kel. Suka Maju Kec. Medan Johor -

   Medan, Kode Pos: 20147

   Email: bpphlhksumatera.gakkum@meihk.go.id

Sebagai penyidik PNS, selanjutnya disebut sebagai Termohon III

Nama                         : Haluanto Ginting, S.hut., MH.

menunjuk alamat: Jln. STM Suka Eka No. 9 Lingkungan 12 Kel. Suka Maju Kec. Medan Johor - Medan, Kode Pos: 20147

Email: bpphlhksumatera.gakkum@meihk.go.id

Selanjutnya disebut sebagai Termohon IV

Nama                         : Subhan, S.Hut., M.Si.

NIP                         : 19730320 199903 1 004 menunjuk alamat: Jln. STM Suka Eka

 No. 9 Lingkungan 12 Kel. Suka Maju Kec. Medan Johor –

 Medan, Kode Pos: 20147

 Email: bpphlhksumatera.gakkum@meihk.go.id

Selanjutnya disebut sebagai Termohon V

DIREKTORAT JENDRAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENGAMANANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP KEHUTANAN WILAYAH SUMATERA menunjuk alamat: Jln. STM Suka Eka  No. 9 Lingkungan 12 Kel. Suka Maju Kec. Medan Johor - Medan, Kode Pos: 20147 Email: bpphlhksumatera.gakkum@meihk.go.id

Selanjutnya disebut sebagai termohon VI

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang “:

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang”:

Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015

Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

 

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

Bahwa Pukul 04 lewat Pemohon diajak tersangka iskandar untuk ditemani ke atas lalu pemohon katakana “saya mau berangkat Sholat Subuh “ selanjutnya Iskandar Mengatakan”  kalau sampai  waktu subuh kamu turun di simpang PLN “ sesampainya di Simpang PLN didepan Musholla waktu subuh belum tiba lalu saudara iskandar mengatakan “ Ayo langsung ke atas  kan Cuma sebentar “.  atas ajakan tersebut Pemohon ikut sampai ke SPBU  Pondok Baru pada tanggal 24 Mei 2022 di depan SPBU Pondok Baru, pada saat pemohon mengemudi mobil  INOVA milik tersangka Suryadi  No polisi B.1016 GE  dari depan rumah  Pemohon yang disewakan di kampung simpang utama kecamatan Bandar kabupaten Bener meriah menuju SPBU Pondok Baru kecamatan Bandar dengan jarak tempuh lebih kurang 15 Menit  dari tempat keberangkatan sekitar pukul. 
Bahwa sesampainya di SPBU Pondok Baru Iskandar Turun dari mobil di ikuti oleh Suryadi sementara pemohon tetap diatas mobil dan pada saat itu langsung Pemohon dan Suryadi diamankan oleh termohon VI selanjutnya lagsung dibawa kebanda Aceh,  yang mana Iskandar pada waktu itu melarikan diri dari SPBU tersebut.
Bahwa berdasarkan kronologis tersebut dapat diduga telah ada rekayasa untuk menjebak pemohon, hal ini tentu merupakan tindakan yang tidak terpuji bahkan dapat dikatakan tindakan biadab, apalagi dilakukan oleh aparat penegak hukum
Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat ketetapan kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum, Lingkungan Hidup dan kehutananan Wilayah Sumatra Nomor:S.TAP.07/BPPHLHKS/Seksi 1/PPNS/2022 Tanggal 30 Mei 2022
Bahwa setelah di introgasi Pemohon dan saudara Sukardi dikembalikan pulang kekeluarga dengan alasan tidak cukup bukti untuk ditetapkan sebagai tersangka dengan ketentuan wajib lapor.
Bahwa pemohon Sangat Koperatif sebelum waktunya wajib lapor sudah datang meghadap ke kantor Balai Pengamanan dan penegakan lingkungan hidup dan kehutanan di Banda Aceh.
Bahwa pada tanggal 03 Juni 2022 Pemohondiperiksa sebagaimana berita Acara pemeriksaan lanjutan yang di tandatangani oleh Pemohon  selaku tersangka dan Termohon II, III selaku Penyidik  pada jam 11.00 Wib.
Bahwa secara Hukum tidaklah layak dan pantas termohon V melakukan Konfrensipers sementara proses pemeriksaan Pemohon masih dalam tahap Penyidikan dan tidak cukup alat bukti untuk di tetapkan sebagai tersangka.

Bahwa Perbuatan para termohon baik sendiri maupun bersama sama yang mana  termohon V mengundang para pihak Media untuk konfrensipers adalah bentuk kesewenang-wenangan dan tidak adanya kepastian Hukum serta menujukan ketidak profesionalnya pada diri termohon menangani permasalahan hukum di bidang konservasi sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu adanya dugaan perniagan, penyimpanan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian bagian lain satwa yang dilindungi atau barang barang yang dibuat dari bagian bagian satwa tersebut atau mengeluarkanya dari suatu tempat si Indonesia ketempat didalam atau di luar Indonesia.
Bahwa tindakan sewenang-wenang seperti ini adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan KUHAP, dimana termohon sebagai penegak hukum tentu sangat mengetahui bahwa sejarah terbentuknya KUHAP adalah koreksi total terhadap Hukum Acara Pidana yang lama, yaitu HIR yang mengabaikan Hak Asasi Manusia. Ruh dari KUHAP dengan beberapa asas di dalamnya, adalah penghormatan terhadap HAM, sehingga tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum harus dengan prosedur yang ketat. Dan kelemahan-kelemahan yang ada di dalam KUHAP juga sudah ada yang disempunakan, antara lain dengan Keputusan  Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014  yang menyatakan penetapan tersangka merupakan kewenangan praperadilan dan penetapan tersangka harus didukung oleh sekuran-kurangnya dua alat bukti
Bahwa tindakan yang dilakukan oleh termohon mengundang mediapemohon sebagai publik figur dan politisi adalah upaya pembunuhan karakter yang sangat berdampak  luas baik secara pribadi maupun keluarga pemohon.
Bahwa Tidak  cukup alasan penetapan sebagai tersangka karena hanya ada satu alat bukti yaitu berupa keterangan saksi suryadi dan Iskandar.
Bahwa selanjutnya pelaku utama selaku pembeli belum diperiksa dan tidak dijadikan daftar DPO (daftar pencarian orang) sebagai mana keterangan dalam BAP saksi Iskandar yang Pro aktif meminta untuk dicarikan kulit harimau yaitu Toke Aliyong beserta anggotanya yang hadir pada  saat terjadi proses transaksi atau jual beli di SPBU Pondok Baru pada tanggal 24 Mei 2022 pukul 4.30 Wib yaitu saudara Anton yang hadir melihat keberadaan kulit harimau di atas mobil tersebut.
Bahwa Pada Tanggal 02 Juni Termohon I mengeluarkan surat Nomor: s.99/BPPKLHKS/Seksi.1/PPNS/6/2022 Prihal perkembangan Kasus SPDP Nomor: SPDP/BPPHLHKS/Seksi 1/ PPNS/5/2022 tanggal 24 Mei 2022.
Bahwa kulit dan tulang  Harimau yang diamankan oleh Termohon adalah barang yang tidak bertuan karena tidak diketahui siapa yang melakukan Pembunuhan terhdap satwa tersebut dan dimana dilakukan.
Bahwa sesuai dengan keterangan berita acara  Iskandar, kulit dan tulang harimau tersebut adalah milik Alm. Aman Padi.

Bahwa tidak ada satu unsur delik pun dipenuhi oleh Pemohon dalam pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf d Undang undang RI No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem baik itu unsur meyimpan, memiliki, memlihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa, dibuktikan dari dua berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka lainnya.
Bahwa Pemohon tidak pernah melihat / tidak mengetahui Kulit  dan Tulang harimau yang diperjual belikan tersebut  oleh Iskandar kepada Aliyong
Bahwa Pemohon sangat koperatif meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka yang mana sebelum waktunya wajib lapor,  pemohon  sudah hadir ke Balai LHK  (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) / Polda Aceh.
Bahwa Pemohon  tidak mengulangi Pidana yang disangkakan
Bahwa Pemohon   tidak menghilangkan Barang Bukti
Bahwa ruanglingkup perkara Praperadilan selain kesewenang-wenangan tindakan penyidik terhadap penetapan tersangkan maupun kewenangan dan dapat juga dilakukan tuntutan ganti kerugian karena tersangka selaku pemohon   ditangkap dan ditahan atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan berdasarkan Undang undang dimana dalam kasus ini para termohon melakukan press release media tanpa menetapkan pelaku utama baik sebagai tersangka maupun sebagai DPO yang nyata – nyata secara hukum apabila pelaku utama yang belum turut dipriksa sehingga pelaku lainya yang turut di salahkan turut melakukan, bersama sama melakukan, membantu melakukan  tidak boleh ditahan sebelum pelaku utama diperiksa secara hukum berdasarkan pasal 1 KUHAP. Adapun tuntutan ganti kerugian ditingkat pengadilan karna adanya putusan pengadilan yang di nilai merugikan menurut pasal 95 ayat 4 dan 5 KUHAP  untuk memeriksa dan memutus perkara yang ini maka ketua pengadilan menunjuk hakim yang sama
Bahwa Ruang lingkup perkara Praperadilan, antara lain tentang  tuntutan ganti kerugian karena tersangka, terdakwa atau terpidana ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan (Pasal 95 ayat (1) KUHAP). Pihak yang dirugikan menurut hukum wajib diberikan ganti rugi dan rehabilitasi (remedy and rehabilitation), sesuai dengan sistem peradilan kita yang menganut doktrin “civil law system”. Ini mengandung pengertian hukum bahwa tuntutan ganti kerugian dapat diajukan melalui persidangan praperadilan di pengadilan negeri akibat adanya tindakan yang merugikan pada tingkat : Penyidikan di Kepolisian, Penuntutan di Kejaksaan, dan  Peradilan di Pengadilan.

Bahwa Mahkamah Konstitusi  beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.Bahwa “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
Bahwa Mahkamah Konstitusi menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon  tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Berdasar pada Surat Perintah penahanan No: SP.Han /13/VI RES:.5/2022 tertanggal 03 Juni 2022 untuk pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon,
Bahwa berdasarkan surat Ketetapan Nomor : S.TAP.07/BPPHLHKS/seksi.1/PPNS/6/2022 tentang penentuan tersangka yang ditandatangani pada tanggal 02 juni 2022 oleh Termohon 1.Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon.Dengan demikian jelas tindakan Termohon I,II,III Dan IV dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Bahwa tidak pernah ada penyelidikan atas diri pemohon  selaku saksi dalam penetapan tersangka Iskandar dan sebaliknya dalam penetapan Tersangka Suryadi.

Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
Bahwa Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
Bahwa pemohon ditetapkan sebagai tersangka, akan tetapi terus-menerus dilakukan penyidikan. Dapat dikatakan Penetapan pemohon sebagai tersangka merupakan tindakan kesewenang wenangandanbertentangandenganasaskepastianhukum.

Bahwa Iindonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukumpresumption of innocenceatau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dariketeraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
Bahwa Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’.

Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
Bahwa Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

– dibuat sesuai prosedur; dan

– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku, sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :

“Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

Bahwa berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelung  yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan demi hukum.

III. PETITUM

            Berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong  yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

Menyatakan permohonan  Praperadilan Pemohon diterima  untuk seluruhnya;
Menyatakan tindakan  Para Termohon menetapkan  Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana dibidang konservasi sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem sebagaimana dimaksudkan pada pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf d Undang undang RI No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem Jo peraturan pemerintah RI  No 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa Jo peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan Nomor: p.106/MENLHK/SETJENT/KUM.1/12/2018  tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi Jo pasal 55 ayat (1) Kesatu adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan Pembuktian dan tidak mengikat secara hukum .
Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh  para Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri  Pemohon oleh para Termohon;
Memerintahkan kepada  ParaTermohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada  Pemohon;
Memerintahkan kepada para Termohon secara seketika membebaskan Pemohon dari ruang tahanan Polda Aceh.
Menghukum para termohon untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah ) Kepada Pemohon
Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya melalui Media Massa Nasional 7 Hari Berturut turut
Menghukum  Para Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

            PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang TerhormatHakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong  yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

            Apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Simpang Tiga Redelong  yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Simpang Tiga Redelong , 13Juni 2022

 

Pihak Dipublikasikan Ya